Dahulu msyarakat etnis Sunda hidup dalam “isme” Sunda yang baku. Maka pada masa inilah munculnya istilah “nyunda”. Sendi-sendi kehidupan seperti ekonomi, politik, sosial, budaya, pertahanan, dan keamanan seluruhnya berdasarkan kepada isme Sunda. Dalam hal budaya misalnya: dari mulai seni, bahasa, busana, teknologi, sampai kepada pemukiman dan perumahan, seluruhnya berdasarkan kepada budaya Sunda.
Sejalan dengan waktu sendi-sendi tersebut satu persatu menjadi terlepas. Yang pertama lepas adalah tentunya agama. Hal ini sangat “kasat mata” yang akhirnya mayoritas etnis Sunda sekarang memeluk agama Islam. Kondisi yang tentunya sangat disayangkan oleh mereka yang masih “dalit” menganut agama leluhur. Walaupun demikian teentu tidak disayangkan, malahan disyukuri, oleh orang Sunda Yng berkeyakinan bahwa Islam adalah satu-satunya agama yang haq.
Demikianlah terlepasnya sendi-sendi tersebut, dengan terlepasnya satu demi satu yang pada akhirnya hanya tersisa satu sendi saja yang kondisinya sudah berada diujung tanduk. Sendi itu adalah bahasa Sunda!
Kini konsep “nyunda” tentunya harus didorong. Secara “nyantika” kita tentu tida bisa mengkondisikannya, apalagi dengan paksaan, supaya orang Sunda bisa nyunda dalam artian seperti jaman dahulu.
Bagaimana kita bisa menganjurkan pemuda jaman sekarang untuk pergi kuliah dengan mengenakan cellana tradisi “pangsi”, kemeja “kamprét”, iket kepalam model “barangbang semplak”, dan membawa laptop di dalam tas tradisi “kanjut kundang”. Kita juga tidak mungkin memperlihatkan wajah beringas
Ketika para pemuda mendengarkan lagu-lagu milik Nining Meida AS dalam bahasa Sunda tapi diiringi oleh musik diatonis. Lalu apakah ada syarat minimalnya supaya orang Sunda disebut “nyunda”? Ada, yaitu jika mereka mau menggunakan bahasa Sunda ketika berkomunikasi dengan senama orang Sunda. Tentunya pada kontek s "tepat waktu sesuai tempat".
Selain dari pada sendi agama, sebenarnya sikap “nyunda” dapat dikembalikan kepada konsep awalnya. Tentu saja sesuai dengan ungkapan “nincak hambalan” sesuai dengan tingkatan. Dan prioritas sekarang yaitu mengupayakan dan mencegah agar bahasa Sunda tidak “ilang lebih ilang tanpa karana”, menghilangtanpa jejak. Ini sangat mengingat bahwa bahasa iru adalah syarat minimal untuk manusa Sunda dapat disebut “nyunda”.
Kesumpulannya: Syarat minimal seseorang disebut “nyunda” yaitu mau berbicata dengan bahasa Sunda.
POLA KEPEMIMPINAN SEJATI ORANG SUNDA
Kami ingin mengemukakan pepatah dari leluhur kami (orang Sunda) yang kami gunakan sebagai syarat bila ingin menjadi seorang pemimpin yang berhasil.
Kami ingat bahwa nasihat orang tua kami itu demikian bunyinya:
“Mangkade mun urang ngajalankeun hirup kumbuh kudu cageur, bageur, bener, pinter, singer, tata- titi, nastiti jeung surti”
Terjemahannya:
“Awas kalau kita menjalani hidup bermasyarakat haruslah, sehat, jujur, benar, pintar, cekatan, sopan-santun, tertib dan mengerti”.
Nasihat orang tua itu benar-benar menjadi salah satu pegangan hidup kebanyakan orang Sunda. Alangkah baiknya bila kedelapan pegangan hidup itu , yaitu:
1) Cageur
2) Bageur
3) Bener
4) Pinter
5) Singer
6) Tata-Titi
7) Nastiti, dan
8) Surti
Marilah kita bandingkan dengan apa yang diajarkan Allah kepada kita melalui firman-firmannya.
1. CAGEUR
Cageur adalah sehat. Tentu saja dalam menjalankan tugas hidup, beribadah - sesuai dengan tujuan utama manusia diciptakan oleh Allah s.w.t. – adalah agar menjaga kesehatan, baik lahir maupun batin. Kita tidak dapat menjalankan tugas (beribadah) jika tidak sehat. Kesimpulannya seseorang diwajibkan “menjaga diri” dengan sebaik-baiknya.
Menjaga kesehatan juga mengkonsumsi makanan dan minuman yang baik (halal) dan tidak berlebih-lebihan.
Begitu juga menjaga diri dengan cukup istirahat,menggunakan waktu sesuai dengan sunatullah, siang untuk bekerja, malah untuk istirahat(tidur).
BAGEUR.
Bageur, artinya jujur dan baik. Seseorang harus mempunyai sifat yang jujur dan kebaikan harus ditegakkan, tindakan jujur juga termasuk menegakkan keadilan dan kebenaran.
BENER.
Bener adalah benar, kebenaran adalah modal utama untuk menjadi manusia yang baik. Jika bertindak benar maka pasti baiknya, tetapi bertindak baik belum tentu benarnya. Kebenaran ini yang harus ditegakkan, benar, kebenaran (hak) ditekankan pada berpuluh-puluh ayat dalam Al Qur’an, bahkan Al Qur’an itu sendiri adalah sumber kebenaran.
PINTER.
Pinter, adalah Pintar, kebalikan dari bodoh. Manusia dituntut untuk meninggalkan kebodohan, menuntut ilmu dan mencari ilmu pengetahuan dengan sebanyak-banyaknya. Al Qur’an sangat menganjurkan bagi seorang Muslim untuk menuntut ilmu pengetahuan dan menggunakan akalnya. Kata-kata berpikir dan berakal sangat banyakditekankan pada ayat-ayat-Nya.
Sungguh suatu kekeliruan bila ada kaum agamis yang benci kepada ilmu pengetahuan. Bukan saja kebencian itu sama dengan mencegah manusia untuk menggunakan akalnya. Sehingga ia akan lebih senang manusia tidak bersyukur akan kenikmatan yang diberikan Allah s.w.t. yang sudah menbedakan manusia lebih mulia daripada binatang, akan tetapi kebencian itu menjadi suatu tanda bagaimana kaum agamis tidak tahu berterima kasih akan keberhasilan Ilmu Pengetahuan. Ilmu yang sudah menemukan berbagai macam peralatan modern dan canggih yang sudah banyak digunakan oleh kaum agamis itu sendiri.
Di samping itu, seseorang yang menentang untuk menuntut ilmu pengetahuan tiada berbeda dengan menghasut supaya manusia jangan berterima kasih (bersyukur) kepada Rabbnya, karena kalau manusia mengenyampingkan pemberian Allah s.w.t. yang dinamai akal yang sangat “mahal” harganya, sama saja dengan menghinakan Allah s.w.t.
Seseorang tidak usah khawatir bahwa Ilmu Pengetahuan akan merendahkan derajat agama, bahkan dapat meng-hancurkannya. Masalah ini sudah kita lihat pada pembahasan di muka merupakan sesuatu yang mustahil. Sesungguhnyalah ilmu pengetahuan dan kemajuan di muka bumi ini bukan menjadi tanda bahwa manusia itu semakin mengerti, tetapi semakin jelas ketidak mengertiannya.
Bila teknokrat-teknokrat Barat sering mencari pengetahuan tentang ilmu ghaib dan dzat-dzat halus dari bangsa India (Hindu), ilmu yang tidak mudah ditiru oleh siapapun juga sebelum mempelajarinya, maka itu berarti bahwa dia tidak berani untuk memandang rendah kepada bangsa Timur.
Kita akui bahwa bangsa kita sudah tertinggal jauh oleh bangsa Barat dalam hal teknologi, tetapi ini bukan menjadi bukti bahwa orang Timur Kuna memiliki ilmu yang lebih rendah dari kemajuan Barat pada masa kini.
Walaupun bagaimana, tidak bisa dibantah bahwa bangsa Timur memiliki perasaan dan harga diri yang kita sendiri tidak mengerti, yaitu perasaan tidak puas bila melupakan Dzat Yang Maha Kuasa, yang juga tidak dimengerti oleh kita.
SINGER.
Singer, artinya terampil, produktif dalam berkarya, banyak keahlian, pada prinsipnya manusia Sunda dituntut untuk bekerja dan berkarya. Dalam bahasa Sunda sekarang adalah “rancage”, artinya “terampil”. Dalam hal ini leluhur Sunda menganjurkan agar warganya mempunyai keterampilan (skill) untuk menjalani hidup yang banyak tuntuntan dan tidak mudah ini. Keterampilan memang sesuatu jalan untuk ikhtiar dalam beribadah kepada Allah s.w.t. Setiap manusia dianjurkan untuk berusaha dan berkarya.
Jelaslah ayat di atas menganjurkan untuk kita selalu bekerja dan berusaha, tiada lain kunci kesuksesannya adalah “singer” alias “terampil”.
TATA-TITI.
Tata-titi, adalah tata-krama atau sopan-santun, seseorang yang sehat, jujur, benar, pintar dan terampil jika lupa akan sopan-santun (etika) maka hidupnya tidak akan disenangi orang. Falsafah ini lengkapnya TATA-TITI, DUDUGA PERYOGA, segala perilaku menggunakan sopan-santun dan etika yang benar.
NASTITI.
Nastiti artinya tertib. Tertib dalam bertindak, tertib berperilaku dan menjaga ketertiban adalah salah satu modal utama untuk mencapai keberhasilan dalam berkarya. Bertindak tertib artinya mengikuti suatu peraturan yang benar serta tidak melanggarnya.
SURTI.
Surti artinya bijak, mengetahui dengan cepat terhadap maksud orang lain walaupun hanya dengan isyarat, sehingga ia akan bertindak bijak dan mampu memutuskan sesuatu dengan bijaksana dan adil.
Demikianlah bahasan kami akan nasihat leluhur kami khususnya, masyarakat Sunda pada umumnya. Akhiurul kalam semoga apa yang kami kemukakan di sini diridhai Sang Pencipta Allah s.w.t., karena kebenaran hanyalah daripadaNya dan kekeliuran adalah milik kami.
Semoga bermanfaat dan berfaedah bagi kita semua.
( Ki DR. H. Ihwan Natapradja Girang Pupuhu SKKS, 16 Juni 2013).
No comments:
Post a Comment